Kedua Jika sudah jelas bahwa hadits tersebut hadits mawdhû' (palsu) maka kita tidak boleh menjadikannya sebagai dalil hukum syara', termasuk menjadikannya sebagai dalil anjuran kekhususan berhubungan suami istri di malam Jum'at.
ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Isma'il Muhammad Rijal, Lc.) Ishaq bin Ibrahim al-Hanzhali berkata, "Tidak ada satu pun hadits sahih dari Nabi n tentang keutamaan Mu'awiyah bin Abi Sufyan." Takhrij Atsar1 Atsar Ishaq bin Ibrahim al-Hanzhali t diriwayatkan oleh Ibnu Asakir t dalam Tarikh Dimasyq (59/106) dan Ibnul Jauzi t dalam al-Maudhu'at (2/24) melalui jalan Zhahir bin []
BeliSilsilah Hadits Dhahif Dan Maudhu 4 Jld. Harga Murah di Lapak Ikilo Store. Pengiriman cepat Pembayaran 100% aman. Belanja Sekarang Juga Hanya di Bukalapak.
ThobarySyadzily. Hadits merupakan salah satu sumber hukum Islam, yang fungsinya menjelaskan, mengukuhkan dan 'melengkapi' firman Allah SWT yang terdapat dalam Al-Qur'an. Di antara berbagai macam hadits, ada istilah Hadits Dha'f. Dalam pengamalannya, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian kalangan ada yang tidak
Vay Tiền Nhanh Chỉ Cần Cmnd. Yang dimaksudkan dengan hadits maudhu’ adalah hadits yang dikarang-karang oleh orang yang berdusta atas nama Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Mengenai orang-orang semacam itu Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengatakan, مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ “Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka silakan dia ambil tempat duduknya di neraka.”[1] Yang dimaksud dengan hadits dho’if adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih, semisal karena terputusnya sanad. Bagaimana hukum menggunakan hadits maudhu’ dan dho’if? Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin -rahimahullah- berkata, “Hadits maudhu’ –berdasarkan kesepakatan para ulama- tidak boleh disebut-sebut dan disebarluaskan di tengah-tengah manusia. Hadits maudhu’ tidak boleh digunakan baik dalam masalah at targhib untuk memotivasi atau at tarhib untuk menakut-nakuti dan tidak boleh digunakan untuk hal-hal lainnya. Hadits maudhu’ boleh disebutkan jika memang ingin dijelaskan status haditsnya yang maudhu’.” Adapun mengenai hadits dho’if, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin mengatakan, “Sedangkan hadits dho’if diperselisihkan oleh para ulama -rahimahumullah-. Ada yang membolehkan untuk disebarluaskan dan dinukil, namun mereka memberikan tiga syarat dalam masalah ini, [Syarat pertama] Hadits tersebut tidaklah terlalu dho’if tidak terlalu lemah. [Syarat kedua] Hadits tersebut didukung oleh dalil lain yang shahih yang menjelaskan adanya pahala dan hukuman. [Syarat ketiga] Tidak boleh diyakini bahwa hadits tersebut dikatakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Hadits tersebut haruslah disampaikan dengan lafazh tidak jazim yaitu tidak tegas. Hadits tersebut hanya digunakan dalam masalah at targhib untuk memotivasi dan at tarhib untuk menakut-nakuti.” Yang dimaksudkan tidak boleh menggunakan lafazh jazim adalah tidak boleh menggunakan kata “qola Rasulullah” رَسُوْل اللهِ قَالَ, yaitu Rasulullah bersabda. Namun kalau hadits dho’if tersebut ingin disebarluaskan maka harus menggunakan lafazh “ruwiya an rosulillah” ada yang meriwayatkan dari Rasulullah atau lafazh “dzukiro anhu” ada yang menyebutkan dari Rasulullah, atau ”qiila”, atau semacam itu. Jadi intinya, tidaklah boleh menggunakan lafazh “Qola Rosulullah” Rasulullah bersabda tatkala menyebutkan hadits dho’if. Jika di masyarakat tidak bisa membedakan antara perkataan dzukira ذُكِرَ, qiila قِيْلَ, ruwiya رُوِيَ dan qoola قَالَ, maka hadits dho’if tidak boleh disebarluaskan sama sekali. Karena ditakutkan masyarakat akan menyangka bahwa itu adalah hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Faedah penting lainnya Dari sini menunjukkan bahwa hadits dho’if tidak boleh digunakan untuk menentukan suatu amalan kecuali jika ada hadits shahih lain yang mendukungnya. Karena di sini hanya disebutkan boleh hadits dho’if untuk memotivasi beramal atau menakut-nakuti, bukan untuk menentukan dianjurkannya suatu amalan kecuali jika ada hadits shahih yang mendukung hal ini. Perhatikanlah! Misalnya ada hadits dho’if mengenai amalan pada malam nishfu sya’ban. Kalau landasannya dari hadits dho’if tanpa pendukung dari hadits shahih, maka tidak boleh digunakan sama sekali sebagai landasan untuk beramal. Faedah Ilmu dari Syarh Al Aqidah Al Wasithiyyah, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, hal. 401-402, cetakan pertama, 1424 H. Panggang, Gunung Kidul, 22 Syawwal 1430 H Muhammad Abduh Tuasikal Artikel [1] HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 3
Selain Al-Quran, di dalam ajaran agama Islam juga mengenal hadits sebagai salah satu pedoman dalam berperilaku. Hadits Maudhu merupakan salah satu jenis hadits yang harus dipelajari maknanya. Selain itu, Anda juga harus mencari tahu berbagai contoh Hadits Maudhu. Memangnya, seperti apa contoh jenis hadits yang satu ini? Contoh hadits yang termasuk jenis Maudhu dapat dipelajari di dalam artikel ini. Selain itu, artikel ini juga akan membahas berbagai informasi lebih lengkap tentang Hadits Maudhu termasuk sejarah dan hukumnya. Pengertian dan Definisi Apa yang dimaksud dengan maudhu? Istilah maudhu memiliki beberapa arti, yaitu menggugurkan, membatalkan, mengada-ada, merekayasa, memalsukan, membuat-buat, dan mereka-reka. Selain itu, istilah Maudhu juga sering kali dikaitkan dengan arti palsu. Beli podium minimalis dari Jaya Madani. Dibuat secara handcrafting, memiliki presisi tinggi dan stainless steel. Oleh karena itu, pengertian Hadits Maudhu adalah salah satu jenis hadits palsu atau tidak benar yang dinisbahkan kepada Rasulullah dengan cara dusta atau mengada-ada. Jenis hadits yang satu ini tidak pernah Rasulullah sabdakan, kerjakan, bahkan taqrirkan. Bagaimana kedudukan jenis hadits yang satu ini? Hadits Maudhu atau hadits palsu menduduki tingkatan yang paling rendah dan buruk dalam tingkatan Hadits Dha’if. Beberapa ulama bahkan menganggap Hadits Maudhu atau hadits palsu bukan bagian dari jenis Hadits Dhaif. Munculnya beragam contoh Hadits Maudhu memang sangat disayangkan karena dapat menodai hadits-hadits shahih yang diriwayatkan oleh Rasulullah. Hadits palsu bisa muncul karena dibuat secara sengaja oleh beberapa orang dengan berbagai tujuan tertentu untuk keberadaan agama Islam. Bagaimana Hadits Maudhu bisa muncul? Perkembangan ilmu pengetahuan Islam yang sangat pesat membuat para imam mujtahid yang saling menghormati mulai muncul dalam berbagai bidang, termasuk bidang fiqih dan ilmu kalam. Pada abad ketiga Hijriah, pengikut masing-masing imam mulai berpikir dan menganggap pendapat yang benar hanya berasal dari imam yang diikutinya. Kondisi tersebut memicu banyak perbedaan pendapat, sehingga pengikut madzhab yang sangat fanatik menciptakan berbagai hadits palsu Tujuan latar belakang munculnya Hadits Maudhu adalah mendukung madzhab atau pendapat yang diyakininya. Selain itu, adanya hadits palsu dibuat untuk menjatuhkan pendapat dari lawannya. Selain itu, kaum yang memusuhi Islam juga mulai membuat hadits-hadits palsu untuk merusak ajaran Islam. Tidak hanya itu, ada juga kaum pembuat kisah yang membuat hadits palsu untuk menarik perhatian para pendengarnya. Ketika para sahabat Rasulullah masih hidup, hadits-hadits palsu yang tersebar di masa tersebut belum begitu meluas. Hal ini karena Nabi Muhammad sebelumnya juga pernah memperingatkan akan kehadiran hadits-hadits palsu. Para sahabat Nabi Muhammad melakukan berbagai upaya agar praktik pemalsuan tidak bertambah luas. Namun, ketika para sahabat sudah banyak yang meninggal, hadits-hadits palsu mulai bermunculan kembali dan tersebar makin luas. Pemalsuan hadits tersebut dilakukan oleh umat di luar Islam maupun umat Islam tertentu karena berbagai alasan atau faktor pendukung. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Hadits Palsu Dilihat dari sejarahnya, kemunculan berbagai Hadits Maudhu atau hadits palsu terjadi karena beberapa faktor penyebab. Apa saja penyebab munculnya hadits palsu? Berikut ini beberapa faktor yang menjadi pemicu atau penyebab munculnya Hadits Maudhu, yaitu Terjadinya pertikaian politikPerselisihan yang terjadi antara satu pengikut madzhab dengan pengikut madzhab lainnyaSerangan untuk menjatuhkan agama IslamFaktor kebodohanKeinginan untuk menciptakan cerita menarikFaktor ekonomi untuk mencari uangFanatisme yang keliru dan berlebihan terhadap ras, kalibah, bahasa, dan tanah airnya sendiriMencari popularitas di tengah-tengah kelompok masyarakatKepentingan pribadi atau kelompok untuk melakukan pembalasan terhadap kelompok lainnya Bagaimana Cara Mengetahui Hadits Maudhu/ Palsu? Terdapat beberapa cara untuk mengetahui suatu hadits palsu atau tidak. Bagaimana caranya? Berikut ini beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahuinya, yaitu Pengakuan langsung dari pembuat Hadits MaudhuDicari dan diperoleh berdasarkan runutan pengakuannyaMelalui indikasi dari perawi hadits tersebutMelalui indikasi yang ada di dalam hadits tersebut Hukum Meriwayatkan dan Mengamalkan Hadits Maudhu Bagaimana hukumnya untuk meriwayatkan dan mengamalkan jenis Hadits Maudhu? Berikut ini penjelasan lebih lanjut tentang hukum meriwayatkan atau mengamalkan hadits palsu, yaitu 1. Hukum Meriwayatkan Hadits Maudhu Hadits Maudhu tidak boleh diriwayatkan ketika sudah diketahui statusnya. Jika akan diriwayatkan, maka hadits tersebut harus disertai penjelasan yang menerangkan tentang status maudhu atau palsu. Hukum meriwayatkan Hadits Maudhu tersebut sudah disepakati oleh semua ulama. 2. Hukum Mengamalkan Hadits Maudhu Hadits Maudhu juga tidak boleh diamalkan secara mutlak. Pendapat tersebut disampaikan oleh Syaikh Khalid Abdul Mun’im ar-Rifa’i. Namun, Hadits Maudhu boleh diceritakan dengan tujuan memberi peringatan akan kepalsuan dari hadits tersebut. Contoh Hadits Maudhu Hadits Maudhu tidak hanya dipelajari dari pengertian, sejarah, faktor penyebab, dan hukumnya saja, tetapi Anda juga harus mengetahui berbagai contoh hadits tersebut. Berikut ini beberapa contoh Hadits Maudhu dan artinya yang harus Anda ketahui, yaitu 1. Hadits Maudhu tentang Mencari Rezeki Terdapat Hadits Maudhu yang membahas tentang rezeki, yaitu إنَّ اللهَ يحبُّ أن يرى عبدَه تعبًا في طلبِ الحلالِ Inalloha yuhibbu an yaro abdahu ta’iban fi tholabil halal “Sesungguhnya Allah suka melihat hamba-Nya yang lelah dalam mencari rezeki yang halal.” Riwayat hadits tersebut maudhu’. Al-Hafizh al-Iraqi mengatakan bahwa dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Sahl Al-Aththar. Ad-Daruquthni menyatakan bahwa al-Aththar adalah pemalsu hadits. [Silsilah Hadits Dha’if Jilid 1, Muhammad Nashirudin Al-Albani, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, hadits no 10. hal 41] 2. Hadits Maudhu tentang Keutamaan Tafakkur Berikut ini contoh dari jenis hadits palsu tentang keutamaan Tafakkur, yaitu Hadits tentang tafakkur ini, kadang disampaikan dalam khutbah tentang keutamaan tafakkur tanpa penjelasan status haditsnya oleh para khatib. Padahal hadits tentang tafakkur ini merupakan salah satu contoh hadits maudhu atau hadits palsu. فكرة ساعة خير من عبادة ستين سنة Fikroh sa’ah khoirun min ibadati sittiina sanah. “Berfikir sesaat lebih baik daripada beribadah selama 60 tahun.” Hadits ini maudhu’. Diriwayatkan oleh Ibnul jauzi dalam kitab al-Maudhu’at dengan sanad dari Utsman bin Abdullah al-Qurasyi dari ishaq bin Najih al-Multhi, dari atha’ Al-Khurasani dari Abu Hurairah. Ibnul Jauzi berkata, “Utsman dan gurunya adalah pendusta.” [Silsilah Hadits Dha’if Jilid 1, Muhammad Nashirudin Al-Albani, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, hadits no. 173, hal. 157] 3. Contoh Hadits Maudhu Perselisihan Umat Seperti apa contoh hadits palsu? Berikut ini contoh dari hadits palsu yang membahas tentang perselisihan umat, yaitu اختلاف أمتي رحمة Ikhtilafu ummati rahmah. “Perselisihan ikhtilaf di antara umatku adalah rahmat.” Hadits ini tidak ada sumbernya. Imam As-Subki mengatakan, “Hadits tersebut tidak dikenal di kalangan para pakar hadits dan saya pun tidak menjumpai sanadnya yang shahih, dha’if ataupun maudhu’ Ibnu Hazm dalam kitab Al-Ahkam fi Ushulil Ahkam V/64 menyatakan, “Ini bukan hadits.” [Silsilah Hadits Dha’if Jilid 1, Muhammad Nashirudin Al-Albani, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, hadits no. 57. hal 68-69] 4. Hadits Maudhu tentang Dunia dan Akhirat Hadits palsu juga ada yang membahas tentang dunia dan akhirat. Berikut ini contohnya, yaitu “Sebaik-baik kalian adalah yang tidak meninggalkan unson akhirat nya untuk kepentingan dunianya, dan tidak pula meninggalkan kepentingan dunianya untuk kepentingan akhiratnya, dan tidak menjadi beban bagi manusia.” Menurut Abu Bakar al-Uzdiya dalam kitab al-Hadits dan al-Khathib, hadits ini termasuk dalam hadits maudhu dengan sanad dari Naim bin Salim bin Qunbur, dari Anas bin Malik ra. Sanad riwayat hadits ini digolongkan maudhu karena Yughnam bin Salim disebutkan oleh Abu Hatim sebagai perawi sanad yang dha’if. Sedangkan Ibnu Hibban mengatakan, “la pernah memalsukan sanad yang dinisbatkan kepada Anas bin Malik”. Contoh Hadits Maudhu dapat digunakan sebagai salah satu pembelajaran tentang hadits-hadits palsu. Mempelajari tentang hadits palsu akan membuat Anda lebih hati-hati dan waspada serta mengetahui status kepalsuan dari sebuah hadits. Beli podium minimalis dari Kami merupakan anak perusahaan Jaya Madani yang fokus pada sektor produk podium dan mimbar minimalis. Klik disini untuk konsultasi dengan admin kami sekarang juga.
Ustadz Apa itu hadis maudhu dan ciri2nya, apakah hadis maudhu yg secara matan shahih bisa diamalkan ? Syukron Jawab Alhamdulillah, shalawat dan salam atas Nabi Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya . Amma Ba’du Pertanyaan ini mengingatkan saya pada berita bombastis tentang sepeda Nabi Adam yang dijadikan pajangan di kota Jeddah, Saudi Arabia. Dikatakan oleh sebagian yang berkunjung ke kota tersebut, bahwa itulah sepeda Nabi Adam, begitu ceritanya. Cukup satu pertanyaan untuk menjelaskan, sejak kapan sepeda dibuat? Dan sekarang ini bisa kita lihat, mulai sabun cuci sampai mesin suci ada label syar’i, mulai dari tanah sampai rumah mendapat stempel sunnah; mengingatkan pada zaman dulu bahwa salah satu sumber hadits-hadits palsu adalah para pedagang. Diantara hadits palsu yang banyak disebut para penuntut ilmu waktu itu adalah hadist tentang keutamaan terong. Untuk memahami hadits palsu, kita harus memahami apa arti hadits yang asli dengan baik, sehingga kita bisa membedakan hadits asli dari yang palsu. Hadits adalah perkataan, perbuatan, persetujuan perkataan atau perbuatan shahabat disetujui oleh Nabi dan sifat-sifat Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Hadits palsu artinya menisbatkan menyandarkan suatu perkataan, berbuatan, pengakuan atau sifat kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Padahal itu tidak dikatakan, tidak dilakukan, bukan merupakan persetujuan dan bukan merupakan sifat Nabi. Jadi, menisbatkan sesuatu kepada Nabi yang bukan merupakan darinya adalah hadits palsu. Bagaimana kalau perkataan itu adalah perkataan yang baik dari seorang shahabat atau seorang ulama kemudian disandarkan kepada Nabi? Tetap hadist palsu walaupun maknanya baik, karena yang palsu disini adalah penisbatan penyandaran. Berbeda halnya dengan Hadist Dhoif, yaitu hadits yang lemah penyandaran kepada Nabi, dan penisbataannya kepada Nabi adalah salah atau tidak kuat, dan hal itu karena kesalahan bukan kesengajaan. Bedanya dengan hadits palsu adalah bahwa hadits palsu diketahui bahwa itu bukan dari Nabi, akan tetapi tetap dinisbatkan kepada Nabi dengan sengaja Maka hendaklah hati-hati yang menyandarkan sesuatu dengan sengaja kepada Nabi atau kepada sunnah Nabi padahal itu bukan darinya walaupun maknanya benar, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ “Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah dia mengambil tempat duduknya di Neraka” Hadits Mutawatir diriwayatkan Bukhari no. 1229, dll.. Darimana kita mengetahui bahwa hadits itu palsu? Kita mengetahui hadits itu palsu adalah dari penjelasan para ulama, diantaranya Imam Ibnul Jauzi mengarang kitab Al-Maudhu’at, kumpulan hadist-hadits palsu, untuk menjelaskan hal itu. Dan hadits menjadi palsu karena rawi di dalam sanadnya diketahui pernah sengaja berdusta atas nama Nabi, atau hadits tersebut tidak ada asal usulnya atau haditsnya dengan jelas bertentangan dengan al-Quran atau hadits shohih yang jelas, sehingga tidak mungkin bersumber dari Nabi. Ibnu Qayyim al-jauziyah menyebutkan di dalam kitabnya al-Manar al-Munif 19 ciri-ciri hadits palsu, di antaranya adalah Bertentangan dengan ayat al-Quran secara jelas, seperti hadits palsu “Umur Dunia 7000 tahun, dan kita berada pada tahun yang ke-7000”. Bertentangan dengan ayat-ayat yang menjelaskan hanya Allah ta’ala yang mengetahui tentang waktu kejadian Hari Kiamat. Bertentangan dengan hadits yang shohih, seperti hadits palsu yang menjelaskan bahwa yang bernama Muhammad atau Ahmad tidak akan masuk Nereka, padahal sangat jelas di dalam hadits Nabi bahwa yang menyelamatkan seseorang itu adalah amalannya. Memiliki makna yang terlalu berelebihan, seperti Allah menciptakan seekor burung yang memiliki 70 ribu lisan, setiap lisan bisa berbicara dalam 70 ribu Bahasa. Bertentangan dengan realita, seperti hadits palsu”Terong menyembuhkan segala jenis penyakit” Maknanya tidak pantas dan hanya menjadi bahan ejekan, seperti hadits palsu”Seandainya beras itu adalah seorang laki-laki, maka dia adalah seorang yang lembut, tidak ada yang memakannya kecuali menjadi kenyang”. Menyerupai resep dokter, seperti hadits palsu”Al-Harisah makanan menguatkan punggung” Ini adalah sebagian ciri yang disebutkan oleh Ibnu Qayyim di dalam kitabnya. Apakah hadits palsu bisa diamalkan kalau maknanya shohih? Sumber Syariat Islam adalah Al Quran dan Sunnah, kalau ada kata atau makna yang bagus bukan dari keduanya maka bukan bagian dari Islam dan tidak boleh diamalkan sebagai ibadah. Akan tetapi kalau yang dimaksud bahwa hadits palsu tapi secara makna shohih, dalam arti makna yang terkandung di dalamnya adalah sesuai atau serupa dengan Ayat atau hadits yang lain. Hadits palsu tersebut tetap tidak boleh diamalkan, tapi kita beramal dengan ayat atau hadits shohih yang menunjukkan kepada makna tersebut. Kita ulangi lagi, bahwa hadits palsu itu adalah palsu walau kandungan isinya bagus, karena maksud dari palsu itu adalah palsu penisbatan penyandaran kepada Nabi. Hendaklah kita terus belajar, karena di zaman sekarang hadits palsu tersebar dengan mudah, dan banyaknya hadits-hadits palsu baru yang bermunculan. Semoga Allah taala selalu memberi taufik kepada kita untuk mengamalkan hadits yang shohih dan mengetahui hadits-hadits palsu, dan mampu menjelaskan tentang hadits palsu kepada umat. Amiin…!! *** Dijawab oleh Ustadz Sanusin Muhammad Yusuf , Lc. MA. Dosen Ilmu Hadits STDI Jember Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android. Download Sekarang !! Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR. REKENING DONASI BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 YAYASAN YUFID NETWORK KONFIRMASI DONASI hubungi 087-738-394-989 🔍 Biaya Pernikahan Dalam Islam, Mengambil Keuntungan Dalam Islam, Waktu Adzan Isya, Tanda Ajal Sudah Dekat Menurut Islam, Wallpaper Kalender, Cara Berzikir Selepas Solat, Ramalan Sifat Zodiak KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO CARA SHOLAT, ATAU HUBUNGI +62813 26 3333 28
Yufid - Konsultasi Syariah Hadis Maudhu Palsu dan Larangan MengamalkannyaUstadz Apa itu hadis maudhu dan ciri2nya, apakah hadis maudhu yg secara matan shahih bisa diamalkan ? SyukronJawabAlhamdulillah, shalawat dan salam atas Nabi Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya . Amma Ba’duPertanyaan ini mengingatkan saya pada berita bombastis tentang sepeda Nabi Adam yang dijadikan pajangan di kota Jeddah, Saudi Arabia. Dikatakan oleh sebagian yang berkunjung ke kota tersebut, bahwa itulah sepeda Nabi Adam, begitu ceritanya. Cukup satu pertanyaan untuk menjelaskan, sejak kapan sepeda dibuat?Dan sekarang ini bisa kita lihat, mulai sabun cuci sampai mesin suci ada label syar’i, mulai dari tanah sampai rumah mendapat stempel sunnah; mengingatkan pada zaman dulu bahwa salah satu sumber hadits-hadits palsu adalah para pedagang. Diantara hadits palsu yang banyak disebut para penuntut ilmu waktu itu adalah hadist tentang keutamaan memahami hadits palsu, kita harus memahami apa arti hadits yang asli dengan baik, sehingga kita bisa membedakan hadits asli dari yang adalah perkataan, perbuatan, persetujuan perkataan atau perbuatan shahabat disetujui oleh Nabi dan sifat-sifat Nabi shallallahu alaihi wa palsu artinya menisbatkan menyandarkan suatu perkataan, berbuatan, pengakuan atau sifat kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Padahal itu tidak dikatakan, tidak dilakukan, bukan merupakan persetujuan dan bukan merupakan sifat Nabi. Jadi, menisbatkan sesuatu kepada Nabi yang bukan merupakan darinya adalah hadits kalau perkataan itu adalah perkataan yang baik dari seorang shahabat atau seorang ulama kemudian disandarkan kepada Nabi?Tetap hadist palsu walaupun maknanya baik, karena yang palsu disini adalah penisbatan penyandaran.Berbeda halnya dengan Hadist Dhoif, yaitu hadits yang lemah penyandaran kepada Nabi, dan penisbataannya kepada Nabi adalah salah atau tidak kuat, dan hal itu karena kesalahan bukan kesengajaan. Bedanya dengan hadits palsu adalah bahwa hadits palsu diketahui bahwa itu bukan dari Nabi, akan tetapi tetap dinisbatkan kepada Nabi dengan sengajaMaka hendaklah hati-hati yang menyandarkan sesuatu dengan sengaja kepada Nabi atau kepada sunnah Nabi padahal itu bukan darinya walaupun maknanya benar, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ“Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah dia mengambil tempat duduknya di Neraka” Hadits Mutawatir diriwayatkan Bukhari no. 1229, dll..Darimana kita mengetahui bahwa hadits itu palsu?Kita mengetahui hadits itu palsu adalah dari penjelasan para ulama, diantaranya Imam Ibnul Jauzi mengarang kitab Al-Maudhu’at, kumpulan hadist-hadits palsu, untuk menjelaskan hal itu. Dan hadits menjadi palsu karena rawi di dalam sanadnya diketahui pernah sengaja berdusta atas nama Nabi, atau hadits tersebut tidak ada asal usulnya atau haditsnya dengan jelas bertentangan dengan al-Quran atau hadits shohih yang jelas, sehingga tidak mungkin bersumber dari Qayyim al-jauziyah menyebutkan di dalam kitabnya al-Manar al-Munif 19 ciri-ciri hadits palsu, di antaranya adalahBertentangan dengan ayat al-Quran secara jelas, seperti hadits palsu “Umur Dunia 7000 tahun, dan kita berada pada tahun yang ke-7000”. Bertentangan dengan ayat-ayat yang menjelaskan hanya Allah ta’ala yang mengetahui tentang waktu kejadian Hari dengan hadits yang shohih, seperti hadits palsu yang menjelaskan bahwa yang bernama Muhammad atau Ahmad tidak akan masuk Nereka, padahal sangat jelas di dalam hadits Nabi bahwa yang menyelamatkan seseorang itu adalah makna yang terlalu berelebihan, seperti Allah menciptakan seekor burung yang memiliki 70 ribu lisan, setiap lisan bisa berbicara dalam 70 ribu dengan realita, seperti hadits palsu”Terong menyembuhkan segala jenis penyakit”Maknanya tidak pantas dan hanya menjadi bahan ejekan, seperti hadits palsu”Seandainya beras itu adalah seorang laki-laki, maka dia adalah seorang yang lembut, tidak ada yang memakannya kecuali menjadi kenyang”.Menyerupai resep dokter, seperti hadits palsu”Al-Harisah makanan menguatkan punggung”Ini adalah sebagian ciri yang disebutkan oleh Ibnu Qayyim di dalam hadits palsu bisa diamalkan kalau maknanya shohih?Sumber Syariat Islam adalah Al Quran dan Sunnah, kalau ada kata atau makna yang bagus bukan dari keduanya maka bukan bagian dari Islam dan tidak boleh diamalkan sebagai tetapi kalau yang dimaksud bahwa hadits palsu tapi secara makna shohih, dalam arti makna yang terkandung di dalamnya adalah sesuai atau serupa dengan Ayat atau hadits yang lain. Hadits palsu tersebut tetap tidak boleh diamalkan, tapi kita beramal dengan ayat atau hadits shohih yang menunjukkan kepada makna ulangi lagi, bahwa hadits palsu itu adalah palsu walau kandungan isinya bagus, karena maksud dari palsu itu adalah palsu penisbatan penyandaran kepada kita terus belajar, karena di zaman sekarang hadits palsu tersebar dengan mudah, dan banyaknya hadits-hadits palsu baru yang Allah taala selalu memberi taufik kepada kita untuk mengamalkan hadits yang shohih dan mengetahui hadits-hadits palsu, dan mampu menjelaskan tentang hadits palsu kepada umat. Amiin…!!
tanya jawab tentang hadits maudhu